My Labels

Wednesday 26 June 2013

HAM di Indonesia

Saat ini Indonesia telah memiliki 3 Lembaga HAM Nasional, yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Fungsi startegis Lembaga Nasional HAM adalah sebaga mekanisme nasional HAM meliputi berbagai aspek, antara lain; Pemantauan dan pelaporan situasi HAM, sebagai koreksional sistem yang memberi masukan konstruktif kepada lembaga-lembaga penyelenggara negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk peningkatan upaya negara dalam pemajuan, perlindungan dan pemenuhan HAM. Selain itu juga menjadi jembatan antara korban, Organisasi Masyarakat Sipil (CSO) dan penyelenggara Negara.
Pendirian Lembaga HAM Nasional pada hakekatnya merupakan bagian dari solusi bangsa agar komitmen negara dibidang HAM dapat terus dijaga dan direalisasikan dengan baik. Deklarasi dan Program Aksi Wina 1993, dengan tegas mengakui peran penting Lembaga Nasional HAM dan mendorong agar Lembaga Nasional HAM melakukan “Peran Konstruktif” di bidang pemajuan dan perlindungan HAM. Peranan tersebut menyangkut: “in particular in their advisory capacity to the competent authorities, their role in remedying human rights violation, in the dissemination of human rights information, and education in human rights,” (paragraf 36)
Untuk merespon persoalan tersebut dan sebagai bentuk akuntabilitas lembaga HAM untuk mengkomunikasikan temuan-temuan kepada publik dan negara, maka diadakan sidang HAM sebagai mekanisme Lembaga Nasional HAM untuk memantau persoalan krusial yang harus menjadi perhatian negara. Melalui sidang HAM ini, diharapkan juga menjadi salah satu bentuk terobosan untuk menyebarluaskan pemahaman HAM kepada masyarakat dan negara.
Sidang HAM Nasional I telah diadakan oleh 3 Lembaga Nasional HAM ini pada tanggal 12 Desember 2011 dan telah menghasilkan beberapa rekomendasi dari masing-masing NHRI, ditambah rekomendasi dari beberapa organisasi masyarakat sipil, termasuk organisasi pendamping dan komunitas korban, yang ditujukan bagi lembaga pemerintah, yudikatif dan legislatif. Maka untuk mendapatkan rekomendasi dan juga melaporkan kondisi HAM yang saat ini ada di Indonesia, 3 Lembaga HAM kembali mengadakan sidang HAM Nasional. Sidang HAM II ini diselenggarakan pada tanggal 12 Desember 2012 bertempat di Pusat Perfilman Haji Umar Ismail (PPH UI). Tema yang diangkat dalam sidang HAM II kali ini adalah Pemenuhan Hak Korban Atas Kebenaran, Keadilan dan Pemulihan: Pertanggungjawaban HAM Negara dan Antor Non-Negara (Non State Actor).
Dengan Sidang HAM tersebut diharapkan dapat mendorong pemenuhan hak korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan melalui langkah-langkah yang sistematik dan terinstitusionalisasi dalam kebijakan negara. Selain itu, Sidang HAM juga sekaligus untuk menguatkan peran 3 Lembaga Nasional HAM dan membuka ruang dengar bagi Lembaga HAM Nasionaal untuk memberi tinjauan (review), penyikapan dan berujung pada pemberian rekomendasi kepada lembaga/institusi terkait tentang upaya penanganan kekerasan dan pelanggaran HAM di Indonesia.
Dalam sambutan pembukaannya, Apong Herlina yang juga merupakan Komisioner dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyampaikan bahwa Sidang HAM bukan peradilan HAM. Sidang HAM adalah forum penting yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan stock opname mengenai masalah HAM apa saja yang dihadapi Indonesia, apa saja yang telah dilakukan untuk mengatasinya dan apa kendala yang perlu dipecahkan secara sungguh-sungguh. Proses pelaporan ini merupakan suatu proses kunci dalam pengembangan mekanisme penghormatan dan perlindungan HAM di Indonesia dan di negara-negara lain di dunia.
Sidang HAM tersebut dimulai dengan pemaparan dari 3 Lembaga Nasional HAM yaitu KPAI, Komnas Perempuan dan Komnas HAM. Laporan KPAI disampaikan oleh Ibu Badriyah Fayumi selaku ketua. Dalam laporannya tersebut KPAI memfokuskan pada tema “Kekerasan Terhadap Anak di Sekolah: Tanggung Jawab Negara dan Peran Non-State Actors dalam Mewujudkan Sekolah Ramah Anak”. Tema ini dipilih karena persoalan kekerasan sudah sangat memprihatinkan dan perlu penanganan secara sitematik, holistik, komprehensif yang melibatkan seluruh penanggungjawab perlindungan anak sesuai pasal 20 UU No. 23 tahun 2002, yakni negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua.
Melalui sidang HAM ke-2 tersebut, KPAI berharap mendapatkan masukan dan rekomendasi khususnya untuk negara dan non-state actors yang terkait langsung dengan upaya memutus mata rantai kekerasan yang terjadi di sekolah serta mengembalikan fungsi sekolah sebagai tempat yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi anak dalam menuntut ilmu serta pengembangan kreatifitasnya sehingga anak merasa bahagia, dihargai dan terlindungi.
Sementara itu dalam Laporan Komnas Perempuan yang disampaikan oleh Ibu Yuniyanti Chuzaifah menyoroti tentang peran dan aktor non-negara dalam Hak Asasi Manusia; Peran aktor non-negara dalam konflik Sumber Daya Alam; Peran aktor non-negara dalam konflik berbasis agama dan berkeyakinan.
Dalam mempertanyakan peran dan posisi antor non-negara dalam Hak Asasi Manusia komnas perempuan menyoroti kewajiban negara berkaitan dengan hak asasi manusia yang meliputi tiga gal yaitu menghormati (to respect), memenuhi (to fulfill) dan melindungi (to protect). Kewajiban untuk menghormati (obligation to respect) adalah kewajiban negara untuk menahan diri untuk tidak melakukan intervensi, kecuali berdasarkan hukum yang sah, Kewajiban untuk memenuhi (the obligation to fulfill) adalah kewajiban negara untuk mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, yudisia, dan praktis yang perlu untuk menjamin hak asasi dilaksanakan. Kewajiban untuk melindungi (the obligation to protect) adalah kewajiban untuk melindungi hak yang ada, bukan hanya terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh negara, namun juga terhadap pelanggaran atau tindakan yang dilakukan oleh entitas lain (non-state) yang akan menganggu perlindungan hak tersebut.
Namun demikian, terdapat fakta yang sulit disangkal, bahwa ketergantungan satu negara terhadap institusi non-negara semacam lembaga keuangan internasional baik Bank Dunia, IMF juga lembaga donor lainnya serta invasi kekuatan modal korporasi memuat negara melemah dan tidak mampu secara optimal dalam menjalankan kewajiban HAM-nya. Aktor negara lain yang hingga sekarang juga telah merapuhkan negara adalah intervensikepentingan kelompok-kelompok opresif dan intoleran.
Sementara dalam berbagai kasus konflik pengelolaan Sumber Daya Alam dan agraria, kaum perempuan selalu berada di garda paling depan untuk mempertahankan SDA sebagai sumber kehidupan. Pada saat yang sama perempuan sekaligus menjadi kelompok paling rentan mengalami kekerasan berlapis. Kerentanan lain yang dihadapi perempuan dalam konflik SDA dan agraria adalah kriminalisasi dan penangkapan semena-mena. Kerentanan tersebut baik ketika perempuan yang langsung menjadi korban penangapan semena-mena dan kriminalisasi, maupun ketika para sumai yang menjadi korban, maka perempuan dan anggora keluarga yang lain turut menjadi korban seperti mendapatkan ancaman, intimidasi, pemerasan dan harus menanggung beban kebutuhan ekonomi keluarga.
Laporan Komnas HAM disampaikan oleh Bapak Nurcholis. Dalam laporan tersebut Komnas HAM menyampaikan beberapa hal, diantaranya adalah data pengaduan yang diterima Komnas Ham selama bulan Januari hingga Agustus 2012 telah menerima berkas pengaduan sebanyak 4050 berkas. Dari 4050 berkas pengaduan yang diterima sebanyak 1569 berkas yang ditujukan kepada Komnas HAM, dan 2481 berkas pengaduan merupakan tembusan.
Dari ke-10 klasifikasi hak berdasarkan UU No. 39 Tahun 1999 maka ada tiga hak yang paling banyak diadukan yaitu hak memperoleh keadilan sebanyak 1634 berkas, hak atas kesejahteraan sebanyak 1594 berkas, dan hak atas rasa aman sebanyak 396 berkas. Dari data tersebut Polri menjadi pihak yang paling banyak diadukan yaitu sebanyak 1240, yang disusul oleh korporasi sebanyak 767 berkas dan pemerintah daerah sebanyak 378 berkas.
Komnas HAM juga telah membentuk tim paripurna untuk beberapa kasus pelanggaran HAM diantaranya adalah Tim paripurna meninggalnya tiga Tenaga Kerja Indonesia d Malaysia; Tim Perdasi Papua; Tim penyusunan konsep penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu; Tim penyusunan mekanisme penyelesaikan konflik agraria;
Selain itu Komnas HAM juga menyampaikan perkembangan penanganan peristiwa pelanggaran HAM Berat seperti peristiwa Talangsari 1989; Peristiwa penghilangan orang secara paksa; Penyelesaian peristiwa Wasior dan Wamena; Penyelesaian peristiwa keerusuhan Mei 1998; Penyelesaian peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II;Peristiwa semburan lumpur panas Lapindo; Peristiwa 1965 – 1966 dan Peristiwa penembakan Misterius (Petrus).
Dalam setiap laporannya, masing-masing dari Lembaga Nasional HAM menyampaikan rekomendasi. Beberapa rekomendasi yang disampaikan oleh KPAI diantaranya adalah untuk menghentikan kekerasan di sekolah dan menjadikan sekolah aman, nyaman dan membuat anak terlindungi dari kekerasan, Sekolah Ramah Anak perlu menjadi kebijakan nasional yang diimplementasikan di seluruh sekola serta didukung oleh struktur, aparatur dan program berkelanjutan berbasis integrasi prinsip penyelenggaran pendidikan yang menghormati HAM dan prinsip perlindungan anak.Untuk anak-anak korban kekerasan seksual peraturan sekolah dan kebijakan pendidikan semesinya berperspektif korban, sehingga korban tidak semakin terpuruk karena stigma negatif dan dikeluarkan dari sekolah. Dan ada beberapa rekomendasi lannya yang disampaikan oleh KPAI.
Sementara beberapa rekomendasi yang disampaikan oleh Komnas Perempuan diantaranya Mendorong negara bertanggung jwab untuk menyediakan mekanisme hak-hak korban untuk keadilan, kebenaran dan pemulihan kepada korban konflik SDA dan agraria dengan menyertakan korporasi sebagai penanggung jawab; mendorong negara untuk melakukan perlindungan bagi perempuan yang mempertahankan hak atas sumberdaya alam yang menjadi sumber penghidupannya, keluarga, dan komunitasnya; meminta negara untuk melakukan upaya-upaya konkrit, efektif dan menyeluruh dalam menangani dan mencegah kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran HAM, serta mencari resolusi konflik yang tepat, tremasuk mempercepat inisiatif dialog dengan masyarakat Papua, dan beberapa rekomendasi lainnya yang ditujukan tidak hanya kepada pemerintah pusat, tapi juga kepada pemerintah daerah dan aparat penegak hukum lainnya.

sumber :