My Labels

Wednesday, 23 January 2013

Keberhasilan Koperasi Indonesia



            Sebagai negara yang mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, tentu saja menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah koperasi terbanyak. Indonesia tercatat memiliki kurang lebih 188 ribu koperasi dalam berbagai skala, dan dalam berbagai tingkat “kesehatannya”. Menurut artikel yang saya baca, pada tahun 2011 kemarin Indonesia memasuki peringkat 3 besar dalam jumlah koperasi. Tapi dalam segi skala usaha, koperasi di Indonesia belum sanggup memasuki peringkat 300 besar koperasi di dunia. Padahal sebagian besar dari peringkat tersebut, diraih oleh koperasi-koperasi yang ada di negara berkembang.
            Indonesia memiliki koperasi besar yang ditargetkan akan masuk dalam 300 besar koperasi di dunia. Namun dilihat dari kualitas kesehatan koperasinya, saya rasa harus lebih banyak lagi yang diperbaiki. Peringkat tersebut bukan lah peringkat main-main, koperasi yang terdaftar dalam peringkat tersebut adalah koperasi yang telah sukses melaksanakan peran serta tugasnya, dan memiliki kualitas yang bagus.
    Bagus atau tidaknya kualitas koperasi, dapat diihat dari kinerja para anggota koperasi dan peran pemerintah dalam ikut serta memajukan koperasi. Menurut M.G. Suwarni Dosen FE Universitas Janabadra Yogyakarta, tolak ukur keberhasilan suatu koperasi dibagi menjadi 3 jenis. Pertama keberhasilan koperasi sebagai badan usaha, kedua keberhasilan koperasi sebagai gerakan ekonomi, dan yang ketiga keberhasilan ekonomi sebagai sistem ekonomi
            Sedangkan sehat atau tidaknya suatu koperasi dilihat dari berbagai segi. Kesehatan organisasinya, kesehatan mentalnya, dan kesehatan usahanya. Kesehatan organisasi dilihat dari rapat anggota dan badan pengurus yang optimal, kesehatan mental dilihat dari tanggung jawab para anggota dan badan pengurus, sedangkan kesehatan usahanya dilihat dari pengelolaan koperasi yang berlandaskan azas serta prinsip-prinsip dasar koperasi.
            Untuk menjadikan salah satu koperasi di Indonesia lebih dikenal di dunia, dibutuhkan kerja keras lagi baik itu dari masyarakat dan pemerintah. Masyarakat Indonesia nampaknya masih belum memerikan simpati yang besar terhadap kemajuan koperasi Indonesia. Mungkin ini juga disebabkan karena koperasi-koperasi yang ada tidak berjalan semestinya. Jika para pengurus koperasi lebih bertanggung jawab lagi dalam memajukan koperasi, secara otomatis koperasi akan mendapat perhatian lebih dari masyarakat, dan diharapkan pemerintah pun dapat memberikan dukungan yang baik.
     Contoh keberhasilan suatu koperasi kami ambil contoh untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai tolak ukur keberhasilan suatu koperasi di Indonesia. Salah satunya adalah keberhasilan suatu koperasi di sekolah.

    Keberadaan koperasi sekolah dalam kurikulum koperasi di Indonesia merupakan cara untuk memperkenalkan, menanamkan jiwa dan semangat koperasi pada siswa melalui jalur pendidikan formal. Pendidikan koperasi di sekolah bertujuan untuk menciptakan kader-kader koperasi yang tanguh dan dapat memahami, menghayati serta memperjuangkan perkoperasian di Indonesia., untuk itu pendidikan koperasi perlu ditanamkan sejak dini, dari Taman kanak-kanak (TK) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT) sesuai dengan jenjang pendidikan. Ketika suatu tujuan dapat dilaksanakan dengan baik melalui sebuah usaha keras dengan berbagai banyak faktor pendukung yang mempengaruhinya, maka koperasi tersebut dapat dikatakan sudah mencapai sebuah keberhasilan, dan keberhasilan itulah yang akan menjadi tolak ukur kepada koperasi-koperasi lainnya untuk terus berpacu agar dapat mencapai sebuah keberhasilan yang sama seperti koperasi lainnya.




Penelitian ini bertujuan untuk:
(1) Mengetahui makna keberhasilan koperasi sekolah bagi tiap-tiap civitas sekola
(2) Mengetahui faktor-faktor pendorong keberhasilan koperasi sekolah MAN 3 Malang
(3) Mengetahui faktor-faktor penghambat koperasi sekolah MAN 3 Malang.


      Subyek Penelitian ini adalah Koperasi Sekolah At-Taufiq MAN 3 Malang dengan sumber data yaitu : Kepala sekolah, manajer koperasi, karyawan koperasi, guru ekonomi, guru umum, dan siswa. Penelitian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif dengan menggunakan studi kasus. Prosedur pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi.

      dari hasil penelitian ditemukan bahwa Koperasi sekolah yang berhasil adalah koperasi sekolah yang mampu melaksanakan tujuan dan fungsi koperasi sekolah yang sesuai dengan prinsip perkoperasian. Koperasi sekolah selain sebagai wahana pendidikan praktek lapangan teori berkoperasi bagi siswa, juga digunakan sebagai latihan berwirausaha atau menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dalam mewujudkan kepentingan nasional. Faktor pendorong keberhasilan koperasi sekolah ada dalam diri sekolah masing-masing dan tidak dalam sebuah teori. Hambatan atau masalah keberhasilan koperasi sekolah ada dua, yaitu dari dalam dan dari luar.

        Berdasar hasil penelitian ini, disarankan Koperasi sekolah hendaklah benar-benar digunakan sebagai tempat pendidikan praktek lapangan berkoperasi dan berwirausaha bagi siswa, bukan hanya sebagai usaha yang mencari keuntungan di dalamnya. Faktor pendorong keberhasilan koperasi sekolah berawal dari niatan yang ada dari dalam sekolah dan hendaklah ditamkan kepada seluruh civitas sekolah. Semua hambatan dalam melakukan proses keberhasilan hendaklah di berikan kebijaksanaan dan dirembukkan bersama dengan tetap berpedoman dengan UU perkoperasian, tujuan dan fungsi koperasi yang ada di negara kita. Penelitian ini hendaknya dapat diteruskan oleh peneliti selanjutnya dengan variabel yang berbeda. Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan menelitian yang lebih mengarah pada perkembangan koperasi sekolah pada saat itu.


Menurut tokoh koperasi Ibnoe Soedjono, untuk memahami apa yang disebut kemampuan koperasi, kita perlu menggunakan tolak ukur keberhasilan koperasi secara mikro. Keberhasilan koperasi dapat didekati dari dua sudut, yaitu sudut perusahaan dan sudut efek koperasi.
Pendekatan dari sudut perusahaan
1. Peningkatan anggota perorangan.
Pada dasarnya lebih penting jumlah anggota perorangan daripada jumlah koperasi, karena sebagai kumpulan orang kekuatan ekonomi bersumber dari anggota perorangan. Ada dua faktor keanggotaan yang perlu diperhatikan, yaitu kemampuan ekonomi dan tingkat kecerdasan anggota. Kemampuan ekonomi anggota penting karena dapat digerakkan untuk menyusun investasi, sedangkan kecerdasan anggota sangat menentukan mutu manajemen yang sifatnya partisipatori dalam rapat anggota sebagai kekuasaan tertinggi dengan satu anggota satu suara.
2. Peningkatan modal
terutama yang berasal dari koperasi sendiri. Jumlah modal dari dalam dapat digunakan sebagai salah satu indikator utama dari kemandirian koperasi. Semakin besar modal dari dalam berarti kemandirian koperasi tersebut semakin tinggi. Indikator kemandirian yang lain adalah keberanian manajemen untuk mengambil keputusan sendiri.
3. Peningkatan volume usaha
Volume usaha berkaitan dengan skala ekonomi, semakin besar volume usaha suatu koperasi berarti semakin besar potensinya sebagai perusahaan, sehingga dapat memberikan pelayanan dan jasa yang lebih baik kepada para anggota. Sejalan dengan identitas koperasi yang menyatakan bahwa anggota dan pelanggan adalah orang yang sama, maka volume usaha terutama harus berasal dari jasa anggota. Loyalitas dan partisipasi aktif anggota sangat menentukan besarnya volume usaha koperasi khususnya yang berasal dari anggota
4. Peningkatan pelayanan kepada anggota dan masyarakat
Berbeda dengan unsur yang lain, pelayanan ini sukar dihitung secara kuantitatif. Anggota dapat merasakan efeknya dengan membandingkan sebelum dan sesudah ada koperasi. Bentuk pelayanan dapat bermacam-macam, misalnya: pendidikan, kesehatan, beasiswa, sumbangan, pelayanan usaha yang cepat dan efisien, dan sebagainya.
Pendekatan dari sudut efek koperasi
1. Produktivitas
artinya koperasi dengan seluruh hasil kegiatannya dapat memenuhi seluruh kewajiban yang harus dibayarnya, seperti: biaya perusahaan, kewajiban kepada anggota, dan sebagainya.
2. Efektivitas
dalam arti mampu memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap anggota-anggotanya.
3. Adil
dalam melayani anggota-anggota, tanpa melakukan diskriminasi.
4. Mantap
dalam arti bahwa koperasi begitu efektif sehingga anggota-anggota tidak ada alasan untuk meninggalkan koperasi guna mencari alternatif pelayanan di tempat lain yang dianggap lebih baik.
Ibnoe Soedjono juga menambahkan bahwa di Indonesia ada ukuran keberhasilan lain yang perlu digunakan secara makro, sebagai akibat dari peranan koperasi dalam melayani masyarakat dan sebagai alat kebijaksanaan pembangunan pemerintah. Ukuran keberhasilan ini seringkali didasarkan pada penilaian pemerintah terhadap pencapaian target yang sudah ditetapkan. Dalam hal dimana koperasi melaksanakan program-program pemerintah, maka seharusnya pemerintah menetapkan target-target yang ingin dicapai yang seharusnya sama atau tidak bertentangan dengan target yang diinginkan koperasi, sehingga keduanya dapat dipadukan. Dengan demikian kepuasan anggota sebagai tolok ukur keberhasilan koperasi tetap bisa digunakan sebab apa pun yang telah dicapai koperasi, keberhasilan koperasi harus diukur dari pendapat anggota-anggotanya, apakah mereka puas atau tidak atas kinerja koperasinya. Dengan berpedoman pada manajemen koperasi dimana rapat anggota mempunyai kekuasaan tertinggi, maka pengurus koperasi harus berhasil dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sehingga anggota bisa merasa puas atas kinerja koperasinya.
Kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dihasilkan koperasi sebagai sistem terbuka pada hakikatnya dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor ekstern sebagai berikut:
  • Iklim yang baik di bidang ekonomi, politik, dan hukum yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan koperasi, seperti: kebijakan ekonomi yang membantu dan melindungi kegiatan rakyat kecil, kemampuan politik untuk membantu dan mengembangkan koperasi, dan peraturan perundang-undangan yang melindungi dan memantapkan peranan koperasi.
  • Kebijakan pemerintah yang jelas dan efektif untuk mendukung koperasi, seperti: kebijakan di bidang produksi, perdagangan, perkreditan, perpajakan, dan sebagainya.
  • Sistem prasarana yang dapat melancarkan perkembangan koperasi, seperti: pelayanan birokrasi, pendidikan, penyuluhan, sarana perhubungan dan pengangkutan, perkreditan, dan sebagainya.
  • Kondisi lingkungan setempat yang memungkinkan untuk perkembangan koperasi, seperti: semangat gotong-royong, tidak ada kekuatan monopolis, dan tidak ada persaingan yang tidak seimbang.
Menurut M.G. Suwarni Dosen FE Universitas Janabadra Yogyakarta, keberhasilan koperasi dalam melaksanakan perannya sebagai tiang perekonomian bangsa , dengan hirarki kedudukan koperasi sebagai badan usaha, sebagai gerakan ekonomi, maupun sebagai sistem ekonomi memerlukan tolok ukur minimal (Nugroho SBM, 1996).
Tolok ukur keberhasilan koperasi sebagai badan usaha
1.     Jenis anggota, jumlah anggota, dan jumlah anggota yang aktif serta benar-benar ikut memiliki koperasi (jumlah anggota yang berkualitas.
2.     Jumlah simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela, serta kesadaran anggota untuk membayarnya. Simpanan-simpanan tersebut merupakan komponen modal sendiri bagi koperasi.
3.     Besarnya SHU dan distribusi SHU kepada anggota. Semakin adil pendistribusian SHU kepada anggota berarti koperasi tersebut semakin berhasil.
4.     Besarnya modal, asal modal, dan jenis pemilik modal. Koperasi yang memiliki modal besar tetapi jumlah anggotanya sedikit bisa dibilang bukan koperasi.
Tolok ukur keberhasilan koperasi sebagai gerakan ekonomi
1.     Jasa pelayanan yang diberikan koperasi, sehingga usaha koperasi lebih maju.
2.     Peningkatan kondisi sosial ekonomi anggota koperasi.
Tolok ukur keberhasilan koperasi sebagai sistem ekonomi
1.     Kerja sama yang baik dengan organisasi-organisasi lain, tanpa persaingan dalam melaksanakan usahanya.
2.     Koperasi semakin dapat dipercaya, tanpa harus dikendalikan secara ketat oleh pemerintah.
3.     Peningkatan peran serta koperasi sejajar dengan BUMN dan perusahaan-perusahaan swasta dalam kebijakan-kebijakan, termasuk kepemilikan saham BUMN dan perusahaan swasta oleh koperasi.

      Selanjutnya M.G. Suwarni menyatakan bahwa koperasi bisa berkembang apabila koperasi tersebut baik dan sehat. Koperasi dikatakan baik apabila di dalam koperasi tersebut tidak terjadi penyimpangan yang fatal, tidak ada monopoli kekuasaan lain selain rapat anggota, dan semua unsur organisasi koperasi memberi dukungan terhadap pelaksanaan program kerja/keputusan yang telah disepakati. Sedangkan tingkat kesehatan koperasi diukur dari kesehatan organisasinya, kesehatan mentalnya, dan kesehatan usahanya.
      Organisasi koperasi dikatakan sehat apabila kesadaran anggota koperasi tinggi, AD/ART dilaksanakan, rapat anggota/pengurus/badan pengawas dapat berfungsi secara optimal. Kesehatan mental koperasi dapat dilihat dari besarnya tanggung jawab rapat anggota/pengurus/badan pengawas, pengelolaan koperasi berdasarkan kemanusiaan/kekeluargaan, keterbukaan, kejujuran, dan keadilan, program-program pendidikan koperasi dilaksanakan secara rutin, konflik-konflik disfungsional dapat diatasi, serta koperasi dapat hidup mandiri. Usaha koperasi sehat apabila pengelolaanya didasarkan atas azas dan sendi dasar koperasi, berjalan secara rutin, RAT dilaksanakan secara rutin, setiap RAT dibagikan SHU secara adil, memberikan pelayan yang baik, dan usaha yang semakin meningkat.

No comments:

Post a Comment