Sebagai negara yang mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, tentu
saja menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah koperasi terbanyak.
Indonesia tercatat memiliki kurang lebih 188 ribu koperasi dalam berbagai
skala, dan dalam berbagai tingkat “kesehatannya”. Menurut artikel yang saya
baca, pada tahun 2011 kemarin Indonesia memasuki peringkat 3 besar dalam jumlah
koperasi. Tapi dalam segi skala usaha, koperasi di Indonesia belum sanggup
memasuki peringkat 300 besar koperasi di dunia. Padahal sebagian besar dari
peringkat tersebut, diraih oleh koperasi-koperasi yang ada di negara
berkembang.
Indonesia memiliki koperasi besar yang ditargetkan akan masuk dalam 300 besar
koperasi di dunia. Namun dilihat dari kualitas kesehatan koperasinya, saya rasa
harus lebih banyak lagi yang diperbaiki. Peringkat tersebut bukan lah peringkat
main-main, koperasi yang terdaftar dalam peringkat tersebut adalah koperasi
yang telah sukses melaksanakan peran serta tugasnya, dan memiliki kualitas yang
bagus.
Bagus atau tidaknya kualitas koperasi, dapat
diihat dari kinerja para anggota koperasi dan peran pemerintah dalam ikut serta
memajukan koperasi. Menurut M.G. Suwarni Dosen FE Universitas Janabadra
Yogyakarta, tolak ukur keberhasilan suatu koperasi dibagi menjadi 3 jenis.
Pertama keberhasilan koperasi sebagai badan usaha, kedua keberhasilan koperasi
sebagai gerakan ekonomi, dan yang ketiga keberhasilan ekonomi sebagai sistem
ekonomi
Sedangkan sehat atau tidaknya suatu koperasi dilihat dari berbagai segi.
Kesehatan organisasinya, kesehatan mentalnya, dan kesehatan usahanya. Kesehatan
organisasi dilihat dari rapat anggota dan badan pengurus yang optimal,
kesehatan mental dilihat dari tanggung jawab para anggota dan badan pengurus, sedangkan
kesehatan usahanya dilihat dari pengelolaan koperasi yang berlandaskan azas
serta prinsip-prinsip dasar koperasi.
Untuk menjadikan salah satu koperasi di Indonesia lebih dikenal di dunia,
dibutuhkan kerja keras lagi baik itu dari masyarakat dan pemerintah. Masyarakat
Indonesia nampaknya masih belum memerikan simpati yang besar terhadap kemajuan
koperasi Indonesia. Mungkin ini juga disebabkan karena koperasi-koperasi yang
ada tidak berjalan semestinya. Jika para pengurus koperasi lebih bertanggung
jawab lagi dalam memajukan koperasi, secara otomatis koperasi akan mendapat
perhatian lebih dari masyarakat, dan diharapkan pemerintah pun dapat memberikan
dukungan yang baik.
Contoh keberhasilan suatu koperasi kami ambil contoh untuk menjelaskan
lebih lanjut mengenai tolak ukur keberhasilan suatu koperasi di Indonesia.
Salah satunya adalah keberhasilan suatu koperasi di sekolah.
Keberadaan koperasi sekolah dalam kurikulum koperasi di Indonesia
merupakan cara untuk memperkenalkan, menanamkan jiwa dan semangat koperasi pada
siswa melalui jalur pendidikan formal. Pendidikan koperasi di sekolah bertujuan
untuk menciptakan kader-kader koperasi yang tanguh dan dapat memahami,
menghayati serta memperjuangkan perkoperasian di Indonesia., untuk itu pendidikan
koperasi perlu ditanamkan sejak dini, dari Taman kanak-kanak (TK) sampai dengan
Perguruan Tinggi (PT) sesuai dengan jenjang pendidikan. Ketika suatu tujuan
dapat dilaksanakan dengan baik melalui sebuah usaha keras dengan berbagai
banyak faktor pendukung yang mempengaruhinya, maka koperasi tersebut dapat
dikatakan sudah mencapai sebuah keberhasilan, dan keberhasilan itulah yang akan
menjadi tolak ukur kepada koperasi-koperasi lainnya untuk terus berpacu agar
dapat mencapai sebuah keberhasilan yang sama seperti koperasi lainnya.
Penelitian ini bertujuan untuk:
(1) Mengetahui makna keberhasilan
koperasi sekolah bagi tiap-tiap civitas sekola
(2) Mengetahui faktor-faktor pendorong
keberhasilan koperasi sekolah MAN 3 Malang
(3) Mengetahui faktor-faktor penghambat
koperasi sekolah MAN 3 Malang.
Subyek
Penelitian ini adalah Koperasi Sekolah At-Taufiq MAN 3 Malang dengan sumber
data yaitu : Kepala sekolah, manajer koperasi, karyawan koperasi, guru ekonomi,
guru umum, dan siswa. Penelitian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif
dengan menggunakan studi kasus. Prosedur pengumpulan data menggunakan teknik
observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi.
dari
hasil penelitian ditemukan bahwa Koperasi sekolah yang berhasil adalah koperasi
sekolah yang mampu melaksanakan tujuan dan fungsi koperasi sekolah yang sesuai
dengan prinsip perkoperasian. Koperasi sekolah selain sebagai wahana pendidikan
praktek lapangan teori berkoperasi bagi siswa, juga digunakan sebagai latihan
berwirausaha atau menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dalam mewujudkan
kepentingan nasional. Faktor pendorong keberhasilan koperasi sekolah ada dalam
diri sekolah masing-masing dan tidak dalam sebuah teori. Hambatan atau masalah
keberhasilan koperasi sekolah ada dua, yaitu dari dalam dan dari luar.
Berdasar hasil penelitian ini,
disarankan Koperasi sekolah hendaklah benar-benar digunakan sebagai tempat
pendidikan praktek lapangan berkoperasi dan berwirausaha bagi siswa, bukan
hanya sebagai usaha yang mencari keuntungan di dalamnya. Faktor pendorong
keberhasilan koperasi sekolah berawal dari niatan yang ada dari dalam sekolah
dan hendaklah ditamkan kepada seluruh civitas sekolah. Semua hambatan dalam
melakukan proses keberhasilan hendaklah di berikan kebijaksanaan dan
dirembukkan bersama dengan tetap berpedoman dengan UU perkoperasian, tujuan dan
fungsi koperasi yang ada di negara kita. Penelitian ini hendaknya dapat
diteruskan oleh peneliti selanjutnya dengan variabel yang berbeda. Bagi
peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan menelitian yang lebih mengarah pada
perkembangan koperasi sekolah pada saat itu.
Menurut tokoh koperasi Ibnoe Soedjono, untuk memahami apa yang disebut
kemampuan koperasi, kita perlu menggunakan tolak ukur keberhasilan koperasi
secara mikro. Keberhasilan koperasi dapat didekati dari dua sudut, yaitu sudut
perusahaan dan sudut efek koperasi.
Pendekatan dari sudut perusahaan
1. Peningkatan anggota perorangan.
Pada dasarnya lebih penting jumlah anggota perorangan daripada jumlah
koperasi, karena sebagai kumpulan orang kekuatan ekonomi bersumber dari anggota
perorangan. Ada dua faktor keanggotaan yang perlu diperhatikan, yaitu kemampuan
ekonomi dan tingkat kecerdasan anggota. Kemampuan ekonomi anggota penting
karena dapat digerakkan untuk menyusun investasi, sedangkan kecerdasan anggota
sangat menentukan mutu manajemen yang sifatnya partisipatori dalam rapat
anggota sebagai kekuasaan tertinggi dengan satu anggota satu suara.
2. Peningkatan modal
terutama yang berasal dari koperasi sendiri. Jumlah modal dari dalam dapat
digunakan sebagai salah satu indikator utama dari kemandirian koperasi. Semakin
besar modal dari dalam berarti kemandirian koperasi tersebut semakin tinggi.
Indikator kemandirian yang lain adalah keberanian manajemen untuk mengambil
keputusan sendiri.
3. Peningkatan volume usaha
Volume usaha berkaitan dengan skala ekonomi, semakin besar volume usaha suatu koperasi
berarti semakin besar potensinya sebagai perusahaan, sehingga dapat memberikan
pelayanan dan jasa yang lebih baik kepada para anggota. Sejalan dengan
identitas koperasi yang menyatakan bahwa anggota dan pelanggan adalah orang
yang sama, maka volume usaha terutama harus berasal dari jasa anggota.
Loyalitas dan partisipasi aktif anggota sangat menentukan besarnya volume usaha
koperasi khususnya yang berasal dari anggota
4. Peningkatan pelayanan kepada anggota dan masyarakat
Berbeda dengan unsur yang lain, pelayanan ini sukar dihitung secara
kuantitatif. Anggota dapat merasakan efeknya dengan membandingkan sebelum dan
sesudah ada koperasi. Bentuk pelayanan dapat bermacam-macam, misalnya:
pendidikan, kesehatan, beasiswa, sumbangan, pelayanan usaha yang cepat dan
efisien, dan sebagainya.
Pendekatan dari sudut efek koperasi
1. Produktivitas
artinya koperasi dengan seluruh hasil kegiatannya dapat memenuhi seluruh
kewajiban yang harus dibayarnya, seperti: biaya perusahaan, kewajiban kepada
anggota, dan sebagainya.
2. Efektivitas
dalam arti mampu memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap anggota-anggotanya.
3. Adil
dalam melayani anggota-anggota, tanpa melakukan diskriminasi.
4. Mantap
dalam arti bahwa koperasi begitu efektif sehingga anggota-anggota tidak ada
alasan untuk meninggalkan koperasi guna mencari alternatif pelayanan di tempat
lain yang dianggap lebih baik.
Ibnoe Soedjono juga menambahkan bahwa di Indonesia ada ukuran keberhasilan
lain yang perlu digunakan secara makro, sebagai akibat dari peranan koperasi
dalam melayani masyarakat dan sebagai alat kebijaksanaan pembangunan
pemerintah. Ukuran keberhasilan ini seringkali didasarkan pada penilaian
pemerintah terhadap pencapaian target yang sudah ditetapkan. Dalam hal dimana koperasi
melaksanakan program-program pemerintah, maka seharusnya pemerintah menetapkan
target-target yang ingin dicapai yang seharusnya sama atau tidak bertentangan
dengan target yang diinginkan koperasi, sehingga keduanya dapat dipadukan.
Dengan demikian kepuasan anggota sebagai tolok ukur keberhasilan koperasi tetap
bisa digunakan sebab apa pun yang telah dicapai koperasi, keberhasilan koperasi
harus diukur dari pendapat anggota-anggotanya, apakah mereka puas atau tidak
atas kinerja koperasinya. Dengan berpedoman pada manajemen koperasi dimana
rapat anggota mempunyai kekuasaan tertinggi, maka pengurus koperasi harus
berhasil dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sehingga anggota bisa merasa
puas atas kinerja koperasinya.
Kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dihasilkan koperasi sebagai sistem
terbuka pada hakikatnya dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor ekstern sebagai
berikut:
- Iklim
yang baik di bidang ekonomi, politik, dan hukum yang sesuai dengan
kebutuhan perkembangan koperasi, seperti: kebijakan ekonomi yang membantu
dan melindungi kegiatan rakyat kecil, kemampuan politik untuk membantu dan
mengembangkan koperasi, dan peraturan perundang-undangan yang melindungi
dan memantapkan peranan koperasi.
- Kebijakan
pemerintah yang jelas dan efektif untuk mendukung koperasi, seperti:
kebijakan di bidang produksi, perdagangan, perkreditan, perpajakan, dan
sebagainya.
- Sistem
prasarana yang dapat melancarkan perkembangan koperasi, seperti: pelayanan
birokrasi, pendidikan, penyuluhan, sarana perhubungan dan pengangkutan,
perkreditan, dan sebagainya.
- Kondisi
lingkungan setempat yang memungkinkan untuk perkembangan koperasi,
seperti: semangat gotong-royong, tidak ada kekuatan monopolis, dan tidak
ada persaingan yang tidak seimbang.
Menurut M.G. Suwarni Dosen FE Universitas Janabadra Yogyakarta,
keberhasilan koperasi dalam melaksanakan perannya sebagai tiang perekonomian
bangsa , dengan hirarki kedudukan koperasi sebagai badan usaha, sebagai gerakan
ekonomi, maupun sebagai sistem ekonomi memerlukan tolok ukur minimal (Nugroho
SBM, 1996).
Tolok ukur keberhasilan koperasi sebagai badan usaha
1. Jenis anggota, jumlah
anggota, dan jumlah anggota yang aktif serta benar-benar ikut memiliki koperasi
(jumlah anggota yang berkualitas.
2. Jumlah simpanan pokok,
simpanan wajib, dan simpanan sukarela, serta kesadaran anggota untuk
membayarnya. Simpanan-simpanan tersebut merupakan komponen modal sendiri bagi
koperasi.
3. Besarnya SHU dan
distribusi SHU kepada anggota. Semakin adil pendistribusian SHU kepada anggota
berarti koperasi tersebut semakin berhasil.
4. Besarnya modal, asal
modal, dan jenis pemilik modal. Koperasi yang memiliki modal besar tetapi
jumlah anggotanya sedikit bisa dibilang bukan koperasi.
Tolok ukur keberhasilan koperasi sebagai gerakan ekonomi
1. Jasa pelayanan yang
diberikan koperasi, sehingga usaha koperasi lebih maju.
2. Peningkatan kondisi
sosial ekonomi anggota koperasi.
Tolok ukur keberhasilan koperasi sebagai sistem
ekonomi
1. Kerja sama yang baik
dengan organisasi-organisasi lain, tanpa persaingan dalam melaksanakan
usahanya.
2. Koperasi semakin dapat
dipercaya, tanpa harus dikendalikan secara ketat oleh pemerintah.
3. Peningkatan peran serta
koperasi sejajar dengan BUMN dan perusahaan-perusahaan swasta dalam
kebijakan-kebijakan, termasuk kepemilikan saham BUMN dan perusahaan swasta oleh
koperasi.
Selanjutnya M.G. Suwarni
menyatakan bahwa koperasi bisa berkembang apabila koperasi tersebut baik dan
sehat. Koperasi dikatakan baik apabila di dalam koperasi tersebut tidak terjadi
penyimpangan yang fatal, tidak ada monopoli kekuasaan lain selain rapat
anggota, dan semua unsur organisasi koperasi memberi dukungan terhadap
pelaksanaan program kerja/keputusan yang telah disepakati. Sedangkan tingkat
kesehatan koperasi diukur dari kesehatan organisasinya, kesehatan mentalnya,
dan kesehatan usahanya.
Organisasi koperasi dikatakan
sehat apabila kesadaran anggota koperasi tinggi, AD/ART dilaksanakan, rapat
anggota/pengurus/badan pengawas dapat berfungsi secara optimal. Kesehatan
mental koperasi dapat dilihat dari besarnya tanggung jawab rapat
anggota/pengurus/badan pengawas, pengelolaan koperasi berdasarkan
kemanusiaan/kekeluargaan, keterbukaan, kejujuran, dan keadilan, program-program
pendidikan koperasi dilaksanakan secara rutin, konflik-konflik disfungsional dapat
diatasi, serta koperasi dapat hidup mandiri. Usaha koperasi sehat apabila
pengelolaanya didasarkan atas azas dan sendi dasar koperasi, berjalan secara
rutin, RAT dilaksanakan secara rutin, setiap RAT dibagikan SHU secara adil,
memberikan pelayan yang baik, dan usaha yang semakin meningkat.
No comments:
Post a Comment