Minggu
12, Individu
Kasus-kasus
arahan dosen
1. Kasus
hak pekerja
Contoh
Kasus Hak Pekerja
PT Freeport Indonesia merupakan
jenis perusahaan multinasional (MNC), yaitu perusahaan internasional atau
transnasional yang berpusat di satu negara tetapi cabang ada di berbagai negara
maju dan berkembang.
Mogoknya hammpir seluruh pekerja PT
Freeport Indonesia disebabkan karena perbedaan indeks standar gaji yang
diterapkan oleh manajemen pada operasional Freeport diseluruh dunia. Pekerja
Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih rendah dari pada pekerja
Freeport di negara lain untuk level jabatan yang sama. Gaji sekarang perjam USD
1.5-USD 3. Padahal, dibandingkan gaji di negara lain mencapai USD 15-USD 35
perjam. Sejauh ini, perundingannya masih menemui jalan buntu. Manajemen
Freeport bersikeras menolak tuntutan pekerja, entah apa dasar pertimbangannya.
Biaya CSR kepada sedikit rakyat
Papua digembor0gemborkan itu pun tidak seberapa karena tidak mencapai 1 persen
keuntungan bersih PT FI. Malah rakyat Papua membayar lebih mahal karena harus
menanggung akibat berupa kerusakan alam serta punahnya habitat Papua yang tidak
ternilai itu. Biaya reklamasi tersebut tidak akan bisa dditanggung generasi
Papua sampai tujuh turunan.
Umumnya korporasi berasal dari AS,
pekerja adalah bagian dari aset perusahaan. Menjaga hubungan baik dengan
pekerja adalah suatu keharusan. Sebab, di situlah terjadi hubungan mutualisme
satu dengan yang lain. Perusahaan membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar
produksi semakin baik, sementara pekerja membutuhkan komitmen manajemen dalam
hal pemberian gaji yang layak.
Pemerintah dalam hal ini pantas
malu. Sebab, hadirnya MNC di Indonesia terbukti tidak memberikan teladan untuk
menghindari perselisihan soal normatif yang sangat mendasar. Kebijakan dengan
memberikan diskresi luar biasa kepada PT FI, privilege berlebihan, ternyata
hanya sia-sia.
1. Kasus
iklan tidak etis
Iklan Fren (Nelpon Pake Fren
Bayarnya Pake Daun)
Persaingan
sengit antara para penyedia layanan kartu selurer tampaknya sudah memasuki
suatu demensi baru. Perang tarif dan
perang ikon menjadi sesuatu yang lumrah, dan lagi-lagi masyarakat yang menjadi
tujuan peperangan tersebut. Fren, salah satu penyedia layanan kartu seluler
beberapa waktu lalu mengeluarkan sebuah iklan yang menampilkan seorang wanita
hanya mengenakan daun dan ditemani beberapa pria yang juga hanya mengenakan
daun.Setidaknya ada 2 hal di iklan itu
yang menjadi bahan perdebatan :
1.
Iklan ini menempatkan seorang wanita muda hanya mengenakan daun, dan ada tiga
pria yang juga hanya mengenakan daun di belakangnya. Iklan ini tidak mendidik.
Iklan ini jelas termasuk iklan yang mengeksploitasi seksual. Apa salahnya bila
wanita dan tiga pria itu mengenakan pakaian yang pantas?
2.
YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) juga mempermasalahkan slogan dari
Fren, “Nelpon Pake Fren Bayarnya Pake Daun”. YLKI berpendapat daun bukan
merupakan alat pembayaran yang sah.
2. Kasus
etika pasar bebas
Kasus Dugaan Dumping Terhadap Ekspor
Produk Kertas Indonesia ke Korea. Salah satu kasus yang terjadi antar anggota
WTO kasus antara Korea dan Indonesia, dimana Korea menuduh Indonesia melakukan
dumping woodfree copy paper ke Korsel sehingga Indonesia mengalami kerugian
yang cukup besar. Tuduhan tersebut menyebabkan Pemerintah Korsel mengenakan bea
masuk anti dumping (BMAD) sebesar 2,8 persen hingga 8,22 persen terhitung 7
November 2003. dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk itu
mengalami kerugian. Ekspor woodfree copy paper Indonesia ke Korsel yang tahun
2002 mencapai 102 juta dolar AS, turun tahun 2003 menjadi 67 juta dolar. Karenanya,
Indonesia harus melakukan yang terbaik untuk menghadapi kasus dumping ini,
kasus ini bermual ketika industri kertas Korea mengajukan petisi anti dumping
terhadap 16 jenis produk kertas Indonesia antara lain yang tergolong dalam
uncoated paper and paperboard used for writing dan printing or other grafic
purpose produk kertas Indonesia kepada Korean Trade Commision (KTC) pada
tanggal 30 september 2002 dan pada 9 mei 2003, KTC mengenai Bea Masuk Anti
Dumping (BMAD) sementara dengan besaran untuk PT pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk
sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat 0,52%, April Pine dan
lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC menurunkan BM anti dumping
terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel dengan ketentuan PT Pabrik kertas
Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat diturunkan sebesar 8,22% dana
untuk April Pine dan lainnya 2,80%. Dan Indonesia mengadukan masalah ini ke WTO
tanggal 4 Juni 2004 dan meminta diadakan konsultasi bilateral, namun konsultasi
yang dilakukan pada 7 Juli 2004 gagal mencapai kesepakatan. Karenanya,
Indonesia meminta Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB)
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membentuk Panel dan setelah melalui
proses-proses pemeriksaan, maka DSB WTO mengabulkan dan menyetujui gugatan
Indonesia terhadap pelanggaran terhadap penentuan agreement on antidumping WTO
dalam mengenakan tindakan antidumping terhadap produk kertas Indonesia. Panel
DSB menilai Korea telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya
praktek dumping produk kertas dari Indonesia dan bahwa Korea telah melakukan
kesalahan dalam menentukan bahwa industri domestik Korea mengalami kerugian
akibat praktek dumping dari produk kertas Indonesia.
Sumber :
http://megapitriani06.blogspot.com/2013/10/contoh-perusahaan-yang-melanggar-etika.html
http://ayuuchann.blogspot.com/2014/01/tugas-etika-bisnis-contoh-contoh-kasus.html