My Labels

Monday, 22 December 2014

Tugas 14 Softskill Etika Bisnis "Kasus-kasus"


1. Kasus BUMN


2. Kasus Merger



3. Kasus Akuisisi



KPPU Terus Selidiki Akuisisi Alfa Retailindo oleh Carrefour

Meski UU No 5/1999 belum mensyaratkan KPPU untuk memasuki area akuisisi dan merger, namun lembaga anti monopoli itu tetap akan mengusut akuisisi PT Alfa Retailindo Tbk oleh PT Carrefour Indonesia.

Ternyata Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) belum mengedurkan niatnya untuk terus memonitor dampak akuisisi PT Alfa Retailindo Tbk oleh PT Carrefour Indonesia. Dampak yang dimaksud adalah apakah akuisisi itu berimbas pada persaingan usaha tidak sehat atau sebaliknya. Hingga kini komisi anti monopoli itu masih mempelajari dan mengumpulkan data-data.
Sekedar mengingatkan, tanggal 21 Januari 2008, manajemen Carrefour mengumumkan secara resmi penandatanganan share purchase agreement (SPA) dengan PT Sigmantara Alfindo dan Prime Horizon Pte. Ltd. SPA itu dalam rangka membeli 75 persen saham mayoritas di Alfa Retailindo -peritel Alfa Supermarket. Total saham yang dibeli Rp674 miliar. Saham itu dibeli Carrefour dari PT Sigmantara Alfindo dan Prime Horizon Pte. Ltd. Kepemilikan itu setara dengan 351 juta saham dari total keseluruhan saham Alfa, 468 juta saham.
Tak lama setelah akuisisi itu, KPPU mengendus aroma lain di balik akuisisi Alfa Retailindo. Mereka menduga ada ketidaberesan dalam proses akuisisi. "Kami mendengar adanya kesimpangsiuran proses akuisisi tersebut," ujar Direktur Penegakan Hukum KPPU Ismed Fadillah kala itu.
Apalagi, akuisisi itu dilakukan selang satu bulan setelah terbit Peraturan Presiden No 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern (Perpres Pasar Modern). Pasal 5 ayat (2) mengatur, hypermarket dan pusat perbelanjaan tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lokal atau lingkungan dalam kota. Langkah akusisi itu boleh jadi strategi Carrefour dalam menyiasati Pepres tersebut. Buntutnya, manajemen Carrefour dipanggil KPPU untuk mengklarifikasi persoalan itu. Masalah itulah yang berlanjut hingga sekarang.
Namun, penyelidikan KPPU terhadap akuisisi Alfa Retailindo bakal mengganjal. Sebenarnya KPPU tidak diperkenankan untuk menyelidiki suatu kasus yang berkaitan dengan akuisisi ataupun merger sebelum ada Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur masalah itu. Hal itu disebutkan dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 29 ayat (2) dan 29 Undang-Undang No 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli).
Pasal 28 ayat (3) mengatur, "Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud ayat dalam (2) pasal ini, diatur dalam Peraturan Pemerintah." Lalu Pasal 29 ayat (2) berbunyi, "Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah."
Kedua pasal itu dianggap mandul lantaran tidak bisa diterapkan oleh KPPU. Jika saja PP Merger/Akuisisi terbit, maka setiap perusahaan yang merger atau akuisisi, wajib melaporkannya ke KPPU paling lambat 30 hari sejak tanggal merger atau akuisisi itu dilakukan (Pasal 29 ayat [1]).
Komisioner KPPU Mohammad Iqbal, juga menyesalkan pasal mandul tersebut. Menurutnya, walaupun di dalam UU Anti Monopoli diperlukan adanya PP dalam rangka penerapan Pasal 28 dan 29, tapi masalah itu bukan halangan bagi iinstitusinya untuk menindak setiap pihak yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat karena merger maupun akuisisi. "Di dalam prakteknya merger dan akuisisi itu memerlukan keterlibatan KPPU," jelas Iqbal di Jakarta, Rabu (28/5).
KPPU, ungkapnya, telah berulangkali mendesak pemerintah untuk segera mengelurkan PP tersebut. Tapi, entah kenapa hingga kini pemerintah tak kunjung mengabulkan permintaan tersebut. Maka dari itu, sambung Iqbal, sambil menunggu kebijakan itu lahir, pihaknya mengeluarkan prosedur internal. Yakni, tetap akan melakukan monitoring terhadap perusahan-perusahaan yang akan merger dan akuisisi. "Sebenarnya hampir sama dengan proses merger kontrol yang nantinya akan diterapkan oleh PP yang akan keluar," katanya.
Langkah KPPU untuk menjemput bola ini bukannya tanpa alasan. Soalnya, mereka tak lagi mau disalahkan seperti kasus divestasi PT Indosat Tbk tahun 2002, yang masih dipersoalkan hingga kini. "KPPU waktu itu katanya tidak ikut memberikan saran pertimbangan ketika Indosat mau diakuisi Temasek. Nah, upaya ini supaya tidak ada lagi pihak yang mengatakan KPPU diam saja," tegas Iqbal.
Trading terms
Terlepas dari masalah itu, kini penyelidikan KPPU terhadap dampak akusisi Alfa Retailindo makin melebar. Menurut Iqbal, pihaknya terus menganalisa beberapa aspek terkait akusisi tersebut. Mulai dari penelitian tentang tingkat konsentrasi, pangsa pasar, prilaku pelaku usaha, hingga dampak terhadap akuisisi tersebut. Termasuk yang akan dianalisa adalah syarat-syarat perdagangan (trading terms) oleh Carrefour terhadap para pemasok yang sebelumnya memasok daganganya ke Alfa Retailindo. "Dari trading terms, KPPU akan melihat apakah ada conduct atau prilaku yang dilakukan oleh Carrefour atau pun peritel lain yang punya posisi dominan terhadap pemasok," jelasnya.
Menurutnya, prinsip trading terms adalah suatu kesepakatan antara peritel dan pemasok. "Aturannya ada di dalam Perpres Pasar Modern," kata Iqbal. Ia menegaskan, Carrefour boleh menggunakan trading terms yang ditawarkan kepada mantan pemasok Alfa Retailindo. Tetapi dalam rangka menawarkan itu, hendaknya Carrefour memperhatikan level of playing field (LPF) di industri ritel. Sekedar informasi, ada tiga jenis LPF di industri ritel, yakni hypermarket, supermarket dan minimarket. "Alfa itu posisinya supermarket, sedangkan Carrefour hypermarket," jelas mantan Ketua KPPU ini.
Iqbal berharap Carrefour tidak serta merta menerapkan trading terms hipermarket di level supermarket. "Kami menghimbau agar dalam tahap awal proses akuisisi ini trading terms yang digunakan jangan mengubah trading terms yang dipakai Alfa Retailindo sebelumnya," Iqbal menyarankan.
"Beri dulu kesempatakan ke pemasok," katanya. Artinya, apakah dengan proses akusisi ini ada nilai tambah yang dinikmati oleh pemasok atau tidak. "Kalau memberikan nilai tambah, maka wajar bagi untuk mengajukan perubahan trading terms."
Iqbal menghimbau pemberlakukan trading terms oleh Carrefour tahun 2008 hendaknya jangan diubah dulu, dari treading terms yang pernah diberlakukan Alfa Retailindo tahun 2007. "Kalau sudah ada manfaatnya dari kedua belah pihak, buatlah negosiasi baru," jelasnya.
Carrefour sendiri sebenarnya pernah dihukum KPPU karena menetapkan trading terms yang berlebihan kepada pemasok. Akibatnya, peritel asal Negeri Prancis ini dikenai sanksi denda sebesar Rp1,5 miliar yang harus dibayar ke Negara.
Tampik dominasi
Terpisah, Direktur Hubungan Masyarakat Carrefour Irawan D Kadarman membantah jika akuisisi ini menimbulkan monopoli. Menurut Irawan, sebelum akuisisi, perusahaan ritel asal Prancis ini memegang 5% pangsa pasar produk makanan di sektor ritel. Berdasarkan hasil survei AC Nielcen, masih menurut cerita Irawan, pasca akuisisi, pangsa pasar Carrefour hanya naik jadi 7% di sektor yang sama. "Masih jauh dari monopoli," tuturnya dari sambungan telepon, Jumat (30/5).
Meski demikian, Irawan menghormati langkah KPPU. "Itu hak mereka. Tapi, sekali lagi, kami masih jauh dari dominasi pasar," tuturnya. Tanpa menyebut angka, Irawan mengakui mayoritas penjualan Carrefour berasal dari produk pangan

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol19364/kppu-terus-selidiki-akuisisi-alfa-retailindo-oleh-carrefour

No comments:

Post a Comment