1. Kasus BUMN
3. Kasus Akuisisi
KPPU Terus Selidiki Akuisisi Alfa
Retailindo oleh Carrefour
Meski UU No 5/1999 belum
mensyaratkan KPPU untuk memasuki area akuisisi dan merger, namun lembaga anti
monopoli itu tetap akan mengusut akuisisi PT Alfa Retailindo Tbk oleh PT
Carrefour Indonesia.
Ternyata
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) belum mengedurkan niatnya untuk terus
memonitor dampak akuisisi PT Alfa Retailindo Tbk oleh PT Carrefour Indonesia.
Dampak yang dimaksud adalah apakah akuisisi itu berimbas pada persaingan usaha
tidak sehat atau sebaliknya. Hingga kini komisi anti monopoli itu masih
mempelajari dan mengumpulkan data-data.
Sekedar mengingatkan, tanggal 21
Januari 2008, manajemen Carrefour mengumumkan secara resmi penandatanganan share
purchase agreement (SPA) dengan PT Sigmantara Alfindo dan Prime Horizon
Pte. Ltd. SPA itu dalam rangka membeli 75 persen saham mayoritas di Alfa
Retailindo -peritel Alfa Supermarket. Total saham yang dibeli Rp674 miliar.
Saham itu dibeli Carrefour dari PT Sigmantara Alfindo dan Prime Horizon Pte.
Ltd. Kepemilikan itu setara dengan 351 juta saham dari total keseluruhan saham
Alfa, 468 juta saham.
Tak lama
setelah akuisisi itu, KPPU mengendus aroma lain di balik akuisisi Alfa
Retailindo. Mereka menduga ada ketidaberesan dalam proses akuisisi. "Kami
mendengar adanya kesimpangsiuran proses akuisisi tersebut," ujar Direktur
Penegakan Hukum KPPU Ismed Fadillah kala itu.
Apalagi,
akuisisi itu dilakukan selang satu bulan setelah terbit Peraturan Presiden No 112/2007
tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko
Modern (Perpres Pasar Modern). Pasal 5 ayat (2) mengatur, hypermarket dan pusat
perbelanjaan tidak boleh berada pada kawasan pelayanan lokal atau lingkungan
dalam kota. Langkah akusisi itu boleh jadi strategi Carrefour dalam menyiasati
Pepres tersebut. Buntutnya, manajemen Carrefour dipanggil KPPU untuk
mengklarifikasi persoalan itu. Masalah itulah yang berlanjut hingga sekarang.
Namun,
penyelidikan KPPU terhadap akuisisi Alfa Retailindo bakal mengganjal.
Sebenarnya KPPU tidak diperkenankan untuk menyelidiki suatu kasus yang
berkaitan dengan akuisisi ataupun merger sebelum ada Peraturan Pemerintah (PP)
yang mengatur masalah itu. Hal itu disebutkan dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal
29 ayat (2) dan 29 Undang-Undang No 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli).
Pasal 28
ayat (3) mengatur, "Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau
peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan
ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud ayat
dalam (2) pasal ini, diatur dalam Peraturan Pemerintah." Lalu Pasal 29
ayat (2) berbunyi, "Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai
penjualan serta tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur dalam Peraturan Pemerintah."
Kedua
pasal itu dianggap mandul lantaran tidak bisa diterapkan oleh KPPU. Jika saja PP Merger/Akuisisi terbit, maka setiap
perusahaan yang merger atau akuisisi, wajib melaporkannya ke KPPU paling lambat
30 hari sejak tanggal merger atau akuisisi itu dilakukan (Pasal 29 ayat [1]).
Komisioner
KPPU Mohammad Iqbal, juga menyesalkan pasal mandul tersebut. Menurutnya,
walaupun di dalam UU Anti Monopoli diperlukan adanya PP dalam rangka penerapan
Pasal 28 dan 29, tapi masalah itu bukan halangan bagi iinstitusinya untuk
menindak setiap pihak yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat karena
merger maupun akuisisi. "Di dalam prakteknya merger dan akuisisi itu
memerlukan keterlibatan KPPU," jelas Iqbal di Jakarta, Rabu (28/5).
KPPU,
ungkapnya, telah berulangkali mendesak pemerintah untuk segera mengelurkan PP
tersebut. Tapi, entah kenapa hingga kini pemerintah tak kunjung mengabulkan
permintaan tersebut. Maka dari itu, sambung Iqbal, sambil menunggu kebijakan
itu lahir, pihaknya mengeluarkan prosedur internal. Yakni, tetap akan melakukan
monitoring terhadap perusahan-perusahaan yang akan merger dan akuisisi.
"Sebenarnya hampir sama dengan proses merger kontrol yang nantinya akan
diterapkan oleh PP yang akan keluar," katanya.
Langkah
KPPU untuk menjemput bola ini bukannya tanpa alasan. Soalnya, mereka tak lagi
mau disalahkan seperti kasus divestasi PT Indosat Tbk tahun 2002, yang masih
dipersoalkan hingga kini. "KPPU waktu itu katanya tidak ikut memberikan
saran pertimbangan ketika Indosat mau diakuisi Temasek. Nah, upaya ini supaya
tidak ada lagi pihak yang mengatakan KPPU diam saja," tegas Iqbal.
Trading
terms
Terlepas
dari masalah itu, kini penyelidikan KPPU terhadap dampak akusisi Alfa
Retailindo makin melebar. Menurut Iqbal, pihaknya terus menganalisa beberapa
aspek terkait akusisi tersebut. Mulai dari penelitian tentang tingkat
konsentrasi, pangsa pasar, prilaku pelaku usaha, hingga dampak terhadap
akuisisi tersebut. Termasuk yang akan dianalisa adalah syarat-syarat
perdagangan (trading terms) oleh Carrefour terhadap para pemasok yang
sebelumnya memasok daganganya ke Alfa Retailindo. "Dari trading terms,
KPPU akan melihat apakah ada conduct atau prilaku yang dilakukan oleh
Carrefour atau pun peritel lain yang punya posisi dominan terhadap
pemasok," jelasnya.
Menurutnya,
prinsip trading terms adalah suatu kesepakatan antara peritel dan
pemasok. "Aturannya ada di dalam Perpres Pasar Modern," kata Iqbal.
Ia menegaskan, Carrefour boleh menggunakan trading terms yang ditawarkan
kepada mantan pemasok Alfa Retailindo. Tetapi dalam rangka menawarkan itu,
hendaknya Carrefour memperhatikan level of playing field (LPF) di
industri ritel. Sekedar informasi, ada tiga jenis LPF di industri ritel, yakni
hypermarket, supermarket dan minimarket. "Alfa itu posisinya supermarket,
sedangkan Carrefour hypermarket," jelas mantan Ketua KPPU ini.
Iqbal
berharap Carrefour tidak serta merta menerapkan trading terms hipermarket
di level supermarket. "Kami menghimbau agar dalam tahap awal proses
akuisisi ini trading terms yang digunakan jangan mengubah trading
terms yang dipakai Alfa Retailindo sebelumnya," Iqbal menyarankan.
"Beri
dulu kesempatakan ke pemasok," katanya. Artinya, apakah dengan proses
akusisi ini ada nilai tambah yang dinikmati oleh pemasok atau tidak.
"Kalau memberikan nilai tambah, maka wajar bagi untuk mengajukan perubahan
trading terms."
Iqbal
menghimbau pemberlakukan trading terms oleh Carrefour tahun 2008
hendaknya jangan diubah dulu, dari treading terms yang pernah
diberlakukan Alfa Retailindo tahun 2007. "Kalau sudah ada manfaatnya dari
kedua belah pihak, buatlah negosiasi baru," jelasnya.
Carrefour
sendiri sebenarnya pernah dihukum KPPU karena menetapkan trading
terms yang berlebihan kepada pemasok. Akibatnya, peritel asal Negeri Prancis
ini dikenai sanksi denda sebesar Rp1,5 miliar yang harus dibayar ke Negara.
Tampik
dominasi
Terpisah,
Direktur Hubungan Masyarakat Carrefour Irawan D Kadarman membantah jika
akuisisi ini menimbulkan monopoli. Menurut Irawan, sebelum akuisisi, perusahaan
ritel asal Prancis ini memegang 5% pangsa pasar produk makanan di sektor ritel.
Berdasarkan hasil survei AC Nielcen, masih menurut cerita Irawan, pasca
akuisisi, pangsa pasar Carrefour hanya naik jadi 7% di sektor yang sama.
"Masih jauh dari monopoli," tuturnya dari sambungan telepon, Jumat
(30/5).
Meski
demikian, Irawan menghormati langkah KPPU. "Itu hak mereka. Tapi, sekali
lagi, kami masih jauh dari dominasi pasar," tuturnya. Tanpa menyebut
angka, Irawan mengakui mayoritas penjualan Carrefour berasal dari produk pangan
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol19364/kppu-terus-selidiki-akuisisi-alfa-retailindo-oleh-carrefour
No comments:
Post a Comment