Contoh kasus Tanggung jawab moral
pada
abad 19 dikembangkan susu formula pengganti ASI. Pada 1950-1970 hanya 22 persen
ibu-ibu yang memberi ASI pada bayinya dan 78 persen menggunakan susu formula.
Tetapi dengan kesadaran masyarakat, pada 1978-an, 50 persen yang menggunakan
susu formula beralih kembali pada ASI, karena ASI memang jauh lebih baik.
Kondisi ini jelas merupakan pukulan telak bagi perusahan produsen susu formula.
Maka mereka mencari pasar baru di negara-negara Dunia Ketiga. Dipelopori oleh
Nestle koorporasi multinasional terbesar dalam produksi makanan yang berasal
dari Swiss, secara besar-besaran mengadakan promosi, seperti dengan
kompanye”ibu modern tahu yang terbaik untuk bayinya, yaitu susu formula
Nestle”. Sampel di bagi-bagi kepada dokter, bidan, petugas kesehatan untuk
disalurkan kepada ibu-ibu dengan imbalan hadiah bagi yang mencapai target
penjualan. Bagi kebanyakan hingga kini, apa-apa yang berasal dari Amerika
Serikat atau Negara Barat pasti lebih baik untuk kesehatan.
Contoh Kasus Tanggung Jawab Sosial
Sebagai contoh, fairness bisa
berupa perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas; transparency
menunjuk pada penyajian laporan keuangan yang akurat dan tepat waktu; sedangkan
accountability diwujudkan dalam bentuk fungsi dan kewenangan RUPS, komisaris,
dan direksi yang harus dipertanggung jawabkan.
Sementara itu, prinsip
responsibility lebih mencerminkan stakeholders-driven karena lebih mengutamakan
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Stakeholders
perusahaan bisa mencakup karyawan beserta keluarganya, pelanggan, pemasok,
komunitas setempat, dan masyarakat luas, termasuk pemerintah selaku regulator.
Di sini, perusahaan bukan saja dituntut mampu menciptakan nilai tambah (value
added) produk dan jasa bagi stakeholders perusahaan, melainkan pula harus
sanggup memelihara kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya itu (Supomo,
2004).
Namun demikian, prinsip good
corporate governance jangan diartikan secara sempit. Artinya, tidak sekadar
mengedepankan kredo beneficience (do good principle), melainkan pula
nonmaleficience (do no-harm principle) (Nugroho, 2006).
Perusahaan yang hanya mengedepankan
benificience cenderung merasa telah melakukan CSR dengan baik. Misalnya, karena
telah memberikan beasiswa atau sunatan massal gratis. Padahal, tanpa sadar dan
pada saat yang sama, perusahaan tersebut telah membuat masyarakat semakin bodoh
dan berperilaku konsumtif, umpamanya, dengan iklan dan produknya yang melanggar
nonmaleficience.
Contoh Kasus Keterlibatan Sosial Perusahaan
Negara jiran kita
yang pada tahun 1970-an belajar dari Pertamina, saat ini, melalui Petronas, sudah
menguasai pengolahan migas di negaranya dan dilakukan oleh putra putri Malaysia sendiri. Bukan itu saja, Petronas juga sudah merambah ke berbagai negara
untuk melakukan eksplorasi. Bandingan lain adalah pengelolaan migas di Cina.
Peran industri migas asing di negeri tersebut amat minimal, kurang dari 5%. Jika negara-negara lain
berusaha untuk menguasai sumberdaya alam migas karena yakin bahwa penguasaan
sumber energi alam ini akan menjadi kunci kemandirian dan kemajuan bangsa, mengapa
keyakinan yang sama tidak ada pada para pejabatIndonesia ? Bagi saya, hal ini bisa terjadi tidak lain kecuali karena
banyak pejabat yang menjadi subordinasi dari kepentingan asing. Jadi, tidak
salah bahwa Indonesia memang masih dijajah dalam bentuk penjajahan yang berbeda. Penjajahan
semakin mulus dan samar saat Indonesia memiliki banyak komprador dan agen kepentingan asing yang tidak peduli
terhadap kepentingan nasional.
Sumber :
http://e-bursaekonomi.blogspot.com/2012/02/tanggung-jawab-moral-dalam-lingkungan.html
http://andrisudwi.blogspot.com/2014/01/kasus-kasus-arahan-dosen_10.html
No comments:
Post a Comment